Kasus-kasus konsumen properti yang malang tertipu pengembang nakal seolah tak juga berakhir. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada 2019 mencatat, setidaknya ada 81 konsumen properti yang mengadu sepanjang tahun itu. Jumlah ini adalah ranking ketiga dari aduan total setelah perbankan dan pinjaman online.
Menukil dari Bisnis.com, masalah di dunia properti yang paling banyak diadukan adalah proses pembangunan 26,1 persen, pengembalian dana 23,8 persen, dokumen 9,5 persen, spesifikasi bangunan 9,5 persen, dan sistem transaksi 5,9 persen.
Pengembang nakal, kerap belum membangun rumah alias rumahnya masih inden. Tapi ini tidak mutlak, ada juga yang rumahnya masih inden, tapi tetap menyelesaikannya dengan baik. Pengembang yang nakal umumnya memancing konsumen untuk membayar booking fee dan uang muka. Tapi giliran uang muka sudah dibayar, pembangunan tak lancar.
Kedua, tanah yang dipakai untuk membangun, belum selesai urusan kepemilikannya. Pada kasus tertentu, pengembang bekerja sama dengan pemilik rumah. Alias tanahnya masih atas nama orang lain. Saat proses pembangunan kerja sama antara mereka pecah, sehingga urusannya makin runyam. Tapi pembangunan tidak diselesaikan. Bahkan dalam kasus lain, tanah yang digunakan ternyata masih sengketa kepemilikannya. Sehingga saat sengketa itu makin runcing, pembangunan bisa terhenti.
Ketiga, legalitas dan izin belum lengkap. Umumnya legalitas perusahaan pengembang nakal tak beres. Misalnya, ternyata akta PT meminjam perusahaan lain. Atau ternyata Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum turun. Ada IMB untuk lokasi dan IMB untuk unit rumahnya. Nah, jika IMB belum turun, maka urusan kredit ke perbankan biasanya belum bisa diproses.
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Untuk mencegah jadi korban penipuan, maka ada beberapa yang perlu anda lakukan.
Pertama, pelajari aturan tentang properti. Baik itu aturan yang berlaku secara nasional maupun aturan daerah di mana properti itu akan dibangun. Secara umum perusahaan properti harus menaati banyak aturan sebelum membangun komplek perumahan. Lokasi perumahan juga harus sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah. Jika daerah yang hendak dibangun ternyata wilayah yang dikhususkan untuk pertanian, maka jelas tak boleh dibangun perumahan.
Kedua, tanyakan hal-hal sampai detail. Tak masalah anda dianggap konsumen cerewet. Lebih baik dianggap cerewet dari pada kehilangan puluhan hingga ratusan juta rupiah. Tanyakan mulai dari legalitas perusahaan itu, bagaimana jejak rekamnya? Apakah pernah ada konsumen yang mengeluhkan rumah buatan mereka?
Lalu juga soal izin, apakah semua izin sudah mereka penuhi? Apakah lokasi perumahan itu memenuhi tata ruang yang ditetapkan pemerintah? Apakah IMB lokasi dan IMB unit yang akan anda beli sudah ada? Apakah urusan air di daerah itu bersih dan lancar?
Ketiga, ketahui profil perusahaan pengembang. Banyak pengembang yang ada di Indonesia. Tanyakan identitas mereka. Baik nama PT, alamat hingga siapa saja yang duduk menjadi direktur. Apakah perusahan ini terdaftar sebagai anggota asosiasi perusahaan pengembang seperti REI atau APERSI. Jika tidak, perlu dipertanyakan kenapa mereka mereka tak bergabung.
Keempat, pastikan nomor rekening bank milik pengembang. Biasanya, pengembang nakal menipu dengan menggunakan rekening bank milik pribadi. Entah milik direkturnya atau tenaga pemasarnya. Bukan nomor rekening milik perusahaan. Nah, agar tak menjadi korban penipuan, perlu anda pastikan nomor rekening yang anda tuju untuk membayar adalah nomor rekening perusahaan. Pastikan nama perusahaannya persis dengan nama yang ada di rekening.
Sumber : https://prospeku.com/artikel/tips-aman-membeli-properti-dari-pengembang—1695