Aspek hukum dalam jual beli properti sangat vital. Entah itu properti berupa tanah atau bangunan. Sebagai harta tak bergerak, tanah atau properti kepemilikan properti diatur dan dicatat oleh hukum. Sehingga hukum jual beli tanah diatur dengan ketat.
Untuk mengatur hukum jual beli tanah atau properti ini, maka harus dicatat oleh PPAT (pejabat pembuat akta tanah). Nah, jika Anda ingin melakukan jual beli properti, langkah-langkah apa yang perlu dilakukan?
Secara sederhananya, jual beli properti seperti jual beli kendaraan. Ada barang dan ada legalitasnya. Namun dalam properti, ada satu pihak yang harus ada, PPAT.
Orang sering menyebut PPAT sebagai notaris. Sebenarnya ini beda. PPAT adalah pejabat yang berwenang membuat akta tanah. Maka, PPAT pasti notaris. Sedangkan notaris, belum tentu PPAT. Karena ada notaris yang lingkup kerjanya hanya melayani legalitas perusahaan. Sedangkan PPAT tugasnya memang mencatat hukum jual beli tanah. Ingat, hanya PPAT setempat yang boleh mengurus jual beli properti. Misalnya, jika Anda ingin jual beli tanah di Kota Bandung, maka PPAT yang beroperasi di Kota Bandung yang bisa mengurusnya.
Oke, jika Anda ingin membeli tanah atau properti, maka yang perlu Anda lakukan adalah mengecek tanah atau properti langsung. Lihat apakah properti yang ditawarkan sesuai dengan iklan, bagaimana luasnya, juga batas-batasnya dengan tanah sekitar.
Selanjutnya, Anda perlu memeriksa legalitasnya. Anda bisa meminta copy sertipikat tanah atau properti yang ingin Anda beli. Anda bisa mengecek sendiri legalitas ini ke kantor pertanahan setempat, atau meminta bantuan PPAT untuk memeriksa kebenaran sertipikat itu.
Ada beberapa hal penting yang harus Anda perhatikan saat memeriksa legalitas sertipikat tanah.
Pertama, jenis hak yang ada dalam sertipikat itu. Apakah Hak Milik, atau hanya sekadar Hak Bangunan. Tanah dengan jenis Hak Milik memiliki hak penuh, berlaku selamanya, dan biasanya harganya lebih mahal. Sedangkan tanah dengan Hak Bangunan tidak dimiliki sepenuhnya, hanya boleh dipakai mendirikan bangunan. Itupun memiliki jangka waktu tertentu yang harus diperbaharui. Biasanya tanah dengan Hak Bangunan ini harganya lebih murah.
Kedua, surat ukur luas tanah di dalam sertipikat dan dalam kondisi sebenarnya. Data luas di sertipikat bisa beda dengan kondisi di lapangan karena pemilik tanah pernah menjual sebagian tanah kepada orang lain, namun belum diurus legalitasnya. Atau tanah yang dijual adalah tanah warisan yang belum dipecah.
Ketiga, nama orang yang tertulis di sertipikat. Nama ini sangat penting, karena hanya nama yang ada dalam sertipikat itu yang boleh melakukan jual beli tanah tersebut. Jika berbeda, belum tentu penipuan. Bisa jadi penjualnya memang makelar, mendapat tanah warisan, atau orang yang pernah membeli namun tak segera balik nama tanah tersebut.
Jika ini terjadi, maka saat melakukan akad jual beli, orang yang namanya tertera dalam sertipikat itu harus ikut hadir dalam akad. Misalnya tanah itu tanah warisan, maka semua ahli waris harus ikut hadir dalam akad jual beli. Jika tidak ada nama pemilik tanah atau ahli waris lain tak bisa hadir, maka akad jual beli tanah tak bisa dilakukan. Jika akad belum bisa dilaksanakan, bisa dilakukan PPJB (Perjanjian Perikatan Jual Beli). PPJB ini semacam kesepakatan untuk memastikan harga jual beli tanah yang sudah disepakati. PPJB bisa dibuat di bawah tangan, tapi lebih baik jika dilakukan di depan notaris.
Keempat, status pernikahan penjual. Apakah masih lajang atau sudah menikah. Ini bukan soal pasangan. Dalam hukum di Indonesia, tanah atau properti termasuk dalam harta bersama dalam perkawinan. Maka pasangan si penjual harus ikut hadir dalam akad jual beli. Jika penjualnya masih lajang, maka urusan ini bisa lebih mudah.
Selain itu, perlu juga diperiksa juga apakah tanah itu dijaminkan ke bank atau tidak. Umumnya jika sertipikatnya ada di tangan penjual dan sesuai dengan data di kantor pertanahan, maka tanah itu sedang tidak menjadi jaminan utang.
Sumber : https://prospeku.com/artikel/legalitas-yang-perlu-diperhatikan-saat-jual-beli-properti—1872